KARANGANYAR, JATENG || Wartajawatengah.com_ Ketika berbicara tentang Gunung Lawu, pasti yang terfikir adalah keindahan panorama gunung dan juga beberapa hal cerita mistis serta tak lepas dari dunia sepiritual. Gunung Lawu terletak di Wilayah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (15/11/2024).
Kabupaten Karanganyar adalah sebuah wilayah di Jawa Tengah yang letaknya paling timur. Pusat Kabupaten ini terletak di Kecamatan Karanganyar, sekitar 14 km sebelah timur Kota Solo.
Kabupaten Karanganyar berbatasan dengan Sragen di utara ,Kabupaten Ngawi dan Magetan (Jawa Timur), serta sebelah selatan Kabupaten Wonogiri, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo di barat. Karanganyar sebuah kota asri nan hijau yang terletak di kaki gunung Lawu, serta jumlah penduduk Karanganyar pada akhir tahun 2021 mencapai 931.963 jiwa.
Kabupaten menyimpan banyak sekali sejarah serta peninggalan budaya Nusantara, berdasarkan wawancara (Redaksi Wartajawatengah.com), bersama beberapa nara sumber, salah satunya yaitu tentang asal muasal nama Karanganyar ini sendiri. Asal mula Karanganyar dimulai dari seorang pertapa bernama Nyi Ageng Karang atau yang juga dikenal sebagai Raden Ayu Diponegoro atau Raden Ayu Sulbiyah.
Nyi Ageng Karang adalah istri dari Ki Diponegoro, salah satu orang terpandang di Keraton Kartasura pada masanya.
Sepeninggal Ki Diponegoro, Nyi Ageng Karang memutuskan untuk bertapa dan laku di hutan belantara di timur Kasultanan Yogyakarta.
Hingga pada suatu malam Nyi Ageng Karang bermimpi akan bertemu seorang pemuda, dengan 3 ajudannya yang nantinya beliau akan menjadi raja beserta keturunannya sekaligus meneruskan cita - citanya melawan tentara kolonial.
Akhirnya, datanglah Raden Mas Said dengan 3 pengawal di tengah pertapaannya, RM.Said atau yang dikenal (Pangeran Sambernyowo) merupakan salah satu cucunya. Kesamaan akan misi melawan penjajah kolonial membuat mereka langsung dapat bersinergi.
Asal nama Karanganyar sendiri terdapat beberapa versi, versi yang pertama karena pembaruan nama padepokan Nyi Ageng Karang menjadi Karanganyar sebagai bentuk semangat baru melawan penjajah.
Adapula yang berpendapat bahwa RM.Said (Pangeran Sambernyowo) Mangkunagara I, memberikan nama dari singkatan berdasarkan wangsit, nama Karanganyar di tempat inilah, ia menemukan kemantapan akan perjanjian baru (bahasa Jawa: anyar) untuk menjadi penguasa setelah memakan wahyu keraton dalam wujud burung Derkuku, serta ada kaitannya dengan Nyi Ageng Karang, maka dinamakan lah Karanganyar.
Jauh sebelum era Raden Mas Said dan Nyi Ageng Karang, Karanganyar pernah dijadikan lokasi pelarian Raja Majapahit terakhir Brawijaya V, salah satu tempat yang konon tempat Brawijaya V bertapa adalah Pringgodani. Kawasan Pringgondani, selama ini dikenal sebagai lokasi yang wingit dan juga angker, sebuah komplek pertapaan yang dipercaya sebagai salah satu petilasan Raja Majapahit, Raja Brawijaya V.
Masyarakat mempercayai jika Brawijaya V melarikan diri dari para musuhnya hingga ke puncak Lawu dan moksa (menghilang) di puncak Lawu.
Pertapaan Pringgondani terletak di kelurahan Blumbang, Tawangmangu, terletak di ketinggian 1300 meter diatas permukaan laut, tepatnya terletak di Desa Blumbang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanyanyar.
Pringgondani sendiri berasal dari kata pring (bambu), nggon (tempat), dan dani (memperbaiki), jika diartikan secara menyeluruh memiliki arti tempat yang digunakan untuk memperbaiki diri.
Laku spiritual dalam masyarakat Jawa dianggap sesuatu hal yang lumrah, serta pertapaan Pringgondani sejak dahulu kala dikenal sebagai lokasi berdoa atau bertapa bagi Petinggi, bahkan penguasa Nusantara dan masyarakat Jawa.
Pertapaan Pringgodani, berada di kawasan hutan milik Perhutani, lokasinya sunyi, memiliki udara segar, dengan pemandangan yang sangat indah. Di lokasi komplek pertapaan di Pringgondani adanya beberapa tempat yang di sakralkan.
Salah satunya sanggar pamujan, Sanggar Pamujan ini diyakini sebagai pintu gerbang atau awal seseorang memasuki Pertapaan, karena didalam kepercayaan masyarakat Jawa seseorang yang akan bertamu harus 'kulonuwun'(permisi) saat memasuki pintu gerbang.
Selanjutnya kita akan mendapati sebuah tempat ritual yaitu sendang gedang selirang,
dilanjutkan naik keatas sebelah timur menuju ke Sendang pancuran Pitu atau juga di sebut (Sendang Pengantin), dan sebelah atas nya ada sendang Muria, yang letaknya di sebelah timur Sendang Pengantin. Sendang Muria berbentuk air terjun yang dibawahnya ada kolam penampungan.
Selanjutnya ada juga gua Pringgosari berada di lereng yang dekat dengan jurang, dimana di dalam gua ada sebuah patung yang bernama Kebo Danu.
Ada juga Gua Pringgosepi yakni tempat bertapa untuk menyepi, untuk masuk ke lokasi ini hanya satu orang saja, karena sempit dan di depannya merupakan sebuah jurang, untuk masuk ke dalam gua juga harus menggunakan tali pengaman.
Kalangan spiritual Kejawen, Pringgondani dianggap sebagai salah satu pancer (pusat) lelaku atau belajar kesejatian hidup, serta menjadi tempat untuk perbaikan diri menuju hal yang lebih baik atas bantuan Yang Maha Hidup, Allah SWT. Dilanjutkan kembali ke barat menuju Sendang panguripan dan naik kurang lebih 200m, sampailah konon jaman dahulu dilokasi tersebut ada tokoh spiritual yang sampai saat ini dikeramatkan masyarakat yakni Sanggar Pertapaan Eyang Panembahan Kotjo Nagoro. Bangunan petilasan atau pertapaan ini berbentuk seperti rumah joglo, sekiranya berukuran 5 meter x 5 meter.
Dipintu masuk ada empat arca di depan, dan di dalam pertapaan adanya tulisan Eyang Panembahan Kotjo Nagoro, tempat inilah tempat orang yang menjalani ritual bertapa.
Pencak Pringgodani terdapat di sebelah timur Pertapaan Eyang Panembahan Kotjo Nagoro, naik dengan ratusan anak tangga, sekiranya 1km, sampailah di sanggar pamujan yang terdapat air terjun yang dinamakan sendang Wali (Tlogo Wali).
Semoga dalam narasi penulisan berita ini, dapat menjadikan pelecut semangat untuk selalu menjaga dan merawat cagar budaya warisan leluhur, agar sesampainya anak cucu kita warisan Nusantara tersebut masih terjaga dengan keutuhannya, salam budaya Nusantara.
(Redaksi/Pupung)
Social Plugin