Gurita Judi Digital yang Mencekik Nurani Bangsa Mematikan Keluarga


INDONESIA || wartajawatengah.com_

Ada yang menganga di jantung negeri ini—sebuah luka yang tak lagi bisa ditutupi oleh berita manis. Isaknya terdengar dari dapur rakyat kecil: seorang ibu kehilangan anak, seorang istri kehilangan suami, dan bangsa kehilangan arah.


Di tengah gegap gempita pembangunan dan janji kemajuan digital, tumbuh sisi gelap yang pelan namun pasti menggerogoti: perjudian online—gurita modern yang menjerat nadi masyarakat.

Tak perlu meja, tak butuh uang tunai; cukup genggaman ponsel dan jaringan internet, maka taruhan berjalan, menelan tabungan dan merampas harapan.


Ribuan keluarga kini menjadi korban sunyi.

Anak muda terlena dalam permainan yang disebut hiburan, sementara para suami terjerat pinjaman online—bukan untuk kebutuhan hidup, melainkan mengejar mimpi semu dari putaran taruhan digital.

Ironisnya, ketika rakyat kecil bermain judi recehan di kampung, hukum datang dengan borgol dan kamera. Namun di ruang maya, jaringan besar berjudi dengan aman, seolah tak tersentuh. Hukum tampak tegas ke bawah, tapi tumpul ke atas.


Pertanyaan besar pun menggema:

Ada apa sebenarnya dengan negeri ini?

Mengapa kejahatan yang merusak moral dan ekonomi rakyat seolah dibiarkan tumbuh tanpa kendali? Apakah aparat benar-benar tak mampu menelusuri gurita ini, atau justru ada tangan-tangan yang ikut memberi makan tentakelnya?


Judi—dalam bentuk apa pun—adalah bentuk penjajahan baru terhadap nurani bangsa. Ia mencuri masa depan, mematikan semangat kerja keras, dan meruntuhkan sendi keluarga, fondasi utama negara.


Memberantas judi online tidak cukup dengan menutup situs. Pemerintah harus membongkar sistem yang melindungi dan menghidupinya. Penindakan harus menyentuh bukan hanya pemain kecil di bawah, tetapi juga mereka yang berada di balik layar kekuasaan dan bisnis digital.

Setiap hari penundaan berarti satu keluarga lagi jatuh miskin, satu anak kehilangan masa depan.


Negeri ini tak boleh diam.

Karena ketika judi dibiarkan beranak-pinak, yang kalah bukan hanya para pemainnya—tetapi seluruh bangsa.





(Red/pupung)