GUNUNGKIDUL, DIY || wartajawatengah.com — Mantan Kepala Bidang Pelayanan Penunjang Medik dan Nonmedik RSUD Wonosari, Aris Suryanto, S.Si.T., M.Kes, resmi melaporkan mantan Direktur RSUD Wonosari periode 2017–2024 dr. Heru Sulistyowati serta Bendahara BLUD RSUD Wonosari Indaryati, SE atas dugaan penggunaan kuitansi fiktif bernilai Rp470 juta, Senin (17/11/2025).
Laporan tersebut diterima Polres Gunungkidul dengan nomor registrasi LP-B/109/XI/2025/SPKT/Polres Gunungkidul/Polda DIY.
Aris menyebut kasus ini bermula dari perintah pengembalian jasa pelayanan dokter laboratorium periode 2009–2012 yang dikeluarkan oleh Direktur RSUD saat itu, drg. Isti Indiyani, MM, pada 2015. Dari instruksi tersebut terkumpul dana sebesar Rp488.034.628 yang sepenuhnya berada dalam penguasaan Bendahara BLUD hingga disetor utuh ke kas RSUD pada 8 Agustus 2018 melalui Bank BPD DIY.
Dana itu tercatat sah dalam slip setoran, rekening koran, buku kas umum, dan laporan keuangan RSUD Wonosari yang diaudit BPK RI.
“Objek yang diaudit BPKP pada tahun 2020 sebenarnya sudah kembali ke kas RSUD dua tahun sebelum audit dilakukan,” kata Aris.
Namun BPKP DIY tetap menyimpulkan adanya kerugian negara sebesar Rp470 juta, merujuk pada pernyataan Direktur Heru dan Bendahara Indaryati yang mengklaim bahwa sebagian dana tersebut merupakan “pinjaman kas BLUD”.
Klaim itu diperkuat dengan sebuah kuitansi tidak resmi tertanggal 4 Agustus 2018 yang diklaim sebagai bukti pengeluaran kas BLUD.
Menurut Aris, dokumen itu tidak memiliki dasar akuntabilitas.
“Tidak ada transaksi Rp470 juta tercatat dalam rekening koran, buku kas umum, maupun dokumen penatausahaan BLUD. Transaksi itu tidak pernah terjadi,” tegasnya.
Ia menilai temuan tersebut menunjukkan bahwa kuitansi itu merupakan dokumen fiktif yang justru dijadikan dasar penyimpulan kerugian negara oleh auditor BPKP.
Aris juga mengkritik proses audit yang disebut tidak menjalankan prosedur standar.
“Bukti keuangan harus sah, relevan, dan diverifikasi. Tetapi dokumen fiktif justru dipakai tanpa pemeriksaan silang ke laporan resmi RSUD,” ujarnya.
Dalam laporannya, Aris menuding adanya dugaan pelanggaran hukum berupa pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP), penggunaan surat palsu (Pasal 266 KUHP), serta keterangan palsu di bawah sumpah (Pasal 242 KUHP).
Ia menilai dampaknya tidak hanya merugikan dirinya secara hukum tetapi juga merusak integritas pengelolaan keuangan BLUD dan keuangan daerah.
“Ketika dokumen palsu dibiarkan menjadi dasar perhitungan kerugian negara, sistem keuangan daerah seketika rusak,” ujar Aris.
Ia berharap Polres Gunungkidul melakukan penyidikan profesional dengan memeriksa, menyita, dan mencocokkan seluruh dokumen resmi RSUD dengan kuitansi yang dipersoalkan.
“Saya yakin penyidikan yang objektif akan membuka kebenaran materiilnya,” pungkasnya.
(Red/L/MG)

Social Plugin