GUNUNGKIDUL, DIY || Di panggung hukum yang gemerlap sorot lampu,
Ada yang jatuh tersandung, ada yang lihai menari tanpa ragu.
Kasus meledak—nama tercatat, wajah terangkat,
Namun di balik itu, ada aktor utama yang justru makin hebat.
Mereka yang tertangkap hanyalah daun gugur,
Sementara akarnya masih menjalar, menyimpan hulu kabur.
Yang kecil dipetik cepat, yang besar pandai menyelinap,
Melenggang santai, seakan tak pernah ikut bermain gelap.
Rakyat tahu—tahu betul siapa yang dulu paling sibuk memutar skenario,
Tahu siapa yang lincah mengatur alur, menulis alibi, membalikkan kata jadi palsu sakti mandraguna.
Namun lidah banyak yang kelu, takut pada bayang-bayang yang berdiri tinggi,
Padahal bau permainan busuk itu sudah tercium dari pagi.
“Becik ketitik, olo ketoro”—pituah tua yang tak bisa disuap,
Setiap langkah licik pasti suatu saat disergap.
Tak ada topeng yang mampu bertahan ketika angin kebenaran mengelupas pelan,
Tak ada kedok yang cukup kuat menahan derasnya kenyataan.
Biarlah hari ini pemain kecil dicokok sebagai pembuka babak,
Karena babak sesungguhnya masih menunggu pelaku yang paling galak.
Dia, yang kini bebas berkeliaran,
Menyangka diri selamat, padahal tinggal hitungan zaman.
Kelak, ketika waktu menumpahkan rahasia yang ia tabung,
Ketika petir kebenaran memukul tirai yang ia sambung-sambung,
Tak ada jalan mundur, tak ada ruang sembunyi,
Sebab hukum Tuhan tuntas,
dan hukum manusia, lambat mungkin…
tapi tak akan berhenti.
(Red/Jagad Budaya)

Social Plugin