KARANGANYAR, JATENG || wartajawatengah.com – Rencana proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di kawasan Gunung Lawu, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, memicu gelombang penolakan dari masyarakat dan aktivis lingkungan. Proyek yang digagas Kementerian ESDM di bawah koordinasi Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia itu dinilai tidak memperhatikan aspek ekologis dan sosial masyarakat sekitar.
Proyek geotermal tersebut merupakan bagian dari program percepatan energi terbarukan nasional, dengan target kapasitas awal 55 megawatt. Namun, lokasi yang direncanakan—yakni di Desa Anggrasmanis dan Desa Jenawi—berada di kawasan penyangga ekosistem penting Gunung Lawu.
Menanggapi hal itu, jaringan aktivis lingkungan berencana menggalang petisi penolakan yang melibatkan warga setempat sebagai bentuk sikap konkret terhadap proyek tersebut.
“Langkah ini kami ambil agar ada bukti sah bahwa masyarakat menolak. Pemerintah daerah tidak bisa lagi berkilah bahwa warga diam,” tegas Yanuar Faishal, aktivis lingkungan asal Karanganyar, Minggu (12/10/2025).
Menurut Yanuar, sebelum petisi disebarluaskan, pihaknya akan melakukan sosialisasi dan edukasi terkait dampak geotermal terhadap lingkungan serta kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Ia menilai, edukasi menjadi hal penting agar penolakan yang dilakukan berbasis pemahaman, bukan sekadar ikut arus.
“Warga harus tahu apa yang mereka hadapi. Kami ingin gerakan ini lahir dari kesadaran penuh bahwa proyek ini berisiko tinggi terhadap kelestarian lingkungan,” ujarnya.
Selain menyoroti potensi dampak ekologis, para aktivis juga mempertanyakan dasar hukum proyek tersebut. Mereka menilai rencana pembangunan PLTPB di Jenawi bertentangan dengan Perda Kabupaten Karanganyar Nomor 19 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dalam pasal 13, disebutkan bahwa wilayah pengembangan PLTPB hanya meliputi Ngargoyoso dan Tawangmangu—bukan Jenawi.
“Kalau dasar hukumnya saja sudah melenceng dari perda, bagaimana bisa proyek ini diklaim legal? Pemerintah daerah dan DPRD harus berani meninjau ulang kebijakan tersebut,” ujar Yanuar menegaskan.
Para aktivis menilai pemerintah pusat, khususnya Kementerian Investasi yang dipimpin Bahlil Lahadalia, terlalu memaksakan proyek tanpa memperhatikan kearifan lokal dan keberlanjutan lingkungan. Mereka mendesak agar pemerintah menghentikan sementara seluruh tahapan proyek hingga ada kajian mendalam tentang dampak ekologis dan sosialnya.
“Kami sadar ini proyek nasional, tapi ruang hidup masyarakat bukan untuk dikorbankan atas nama investasi. Jika pemerintah memaksa, kami akan memperluas gerakan ini ke level nasional,” tandasnya.
Konsolidasi lintas daerah kini terus digalang oleh jaringan aktivis Gunung Lawu bersama sejumlah kelompok lingkungan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka sepakat bahwa isu ini bukan sekadar tentang Karanganyar, tetapi tentang masa depan kawasan konservasi dan hak masyarakat dalam menentukan ruang hidupnya.
(Red/Hendri.p)
Social Plugin