WONOGIRI, JAWA TENGAH || wartajawatengah.com — Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Wonogiri masih menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Selama tujuh bulan pertama tahun 2025, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKB P3A) mencatat sebanyak 12 kasus kekerasan anak, dengan total korban mencapai 21 anak. Sumber berita hasil wawancara di Kantor Bidang Pemberdayaan Perempuna dan Perlindungan Anak DPPKB P3A Wonogiri, Jumat (01/08/2025).
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPPKB P3A Wonogiri, Indah Kuswati, menjelaskan bahwa sebagian besar kasus yang dilaporkan merupakan kekerasan seksual. Dari 12 kasus yang terdata, sebanyak 10 kasus merupakan kekerasan seksual dengan jumlah korban sebanyak 18 anak, seluruhnya adalah anak perempuan. Selain itu, terdapat satu kasus pencabulan dengan tiga korban dan satu kasus penelantaran anak.
“Mayoritas kasus kekerasan seksual terjadi di rumah korban atau rumah pelaku. Bahkan ada tiga kasus yang terjadi di tempat latihan perguruan silat. Para pelaku semuanya laki-laki, terdiri dari guru silat, teman orang tua, hingga tetangga korban,” ujar Indah.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, kekerasan seksual pada tahun ini tidak terjadi di lingkungan sekolah atau institusi pendidikan formal. Tahun lalu, beberapa kasus justru terjadi di sekolah-sekolah.
Indah menyebutkan bahwa angka kekerasan anak pada 2025 ini sudah mencapai setengah dari total kasus sepanjang tahun 2024 yang tercatat sebanyak 24 kasus. Ia menilai kekerasan terhadap anak terus terjadi karena para pelaku merasa aman dan tidak takut dilaporkan, menganggap anak-anak sebagai pihak yang tidak berdaya.
Dampak dari kekerasan ini pun tidak bisa dianggap remeh. Anak-anak korban kekerasan rentan mengalami trauma, stres, bahkan berkembang menjadi pribadi antisosial. Pada beberapa kasus, korban kekerasan bisa tumbuh menjadi pelaku jika tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat.
“Anak-anak ini menyimpan amarah, rasa takut, dan tidak tahu harus bagaimana. Jika tidak ada intervensi, mereka bisa saja menjadi pelaku kekerasan di masa depan,” jelas Indah.
Untuk itu, DPPKB P3A Wonogiri memberikan pendampingan hukum dan psikologis kepada para korban, serta memastikan hak-hak anak tetap terpenuhi, termasuk pemulihan mental pasca kejadian.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala DPPKB P3A Kabupaten Wonogiri, Hartono, menyampaikan bahwa pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menjadi salah satu fokus utama Pemerintah Kabupaten Wonogiri. Pihaknya berencana membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pemberdayaan Perempuan dan Anak tahun ini untuk mengoptimalkan layanan pendampingan dan advokasi bagi korban.
“Melalui UPTD ini, penanganan terhadap kasus kekerasan akan lebih terfokus. Selama ini, upaya perlindungan masih terbatas karena bidang PPPA harus membagi perhatian dengan tugas-tugas lainnya,” terang Hartono.
Pemerintah berharap kehadiran UPTD nantinya dapat memperkuat sistem perlindungan anak dan perempuan di Wonogiri serta menekan angka kekerasan yang masih terjadi hingga saat ini.
Social Plugin