Diduga Ada Penyimpangan Dana Desa, Warga Ngunut Geruduk Kantor Kalurahan



GUNUNGKIDUL, DIY || wartajawatengah.com— Aroma ketidakberesan pengelolaan Dana Desa di Kalurahan Ngunut, Kapanewon Playen, Gunungkidul, akhirnya pecah ke permukaan. Puluhan warga mendatangi Kantor Kalurahan, Jumat (05/12/2025) malam.


Dengan membawa spanduk besar, yang secara terang-terangan menyoroti dugaan penyalahgunaan anggaran oleh oknum pamong setempat.


Toni, Wakil Ketua Karangtaruna Ngunut, tampil di depan massa sambil menegaskan bahwa aksi itu bukan sekadar unjuk rasa, melainkan bentuk peringatan keras kepada pemerintah Kalurahan. Ia menyebut pihaknya telah mengantongi data yang diklaim kuat mengenai dugaan penyimpangan.


“Buktinya sudah kami pegang. Data itu berasal dari anggota BPD atau Bamuskal sendiri. Artinya, dugaan ini bukan sekadar isu liar,” tegas Toni di hadapan warga.


Ia mengungkap, sejumlah program tahun anggaran 2025 yang seharusnya sudah berjalan justru mangkrak tanpa kejelasan. Namun ironisnya, dana untuk kegiatan itu disebutkan telah habis di laporan.


“Program ketahanan pangan tidak bergerak. Insentif PKK, RT, honor karangtaruna, hingga ATK tidak kunjung diberikan. Pembangunan lanjutan kios juga macet. Semua itu tidak terlaksana, tapi anggaran sudah tandas,” bebernya.


Meski belum dapat memaparkan detail jumlah kerugian, Toni menegaskan bahwa nilai dugaan penyimpangan kemungkinan jauh lebih besar karena masih ada beberapa kegiatan yang juga diduga tidak berjalan.


“Kami belum bisa menyebut angka pasti. Namun indikasinya kuat bahwa ada lebih banyak kegiatan yang tak terealisasi,” ujarnya.


Ratusan spanduk dipasang mengelilingi pagar Kantor Kalurahan sebagai simbol bahwa aktivitas pamong harus dihentikan sementara sampai persoalan anggaran ini dibuka secara transparan.


“Kami segel secara moral. Kantor harus steril dari aktivitas pamong sampai persoalan ini terang,” kata Toni.


Tak berhenti di situ, warga merencanakan aksi lanjutan.


“Senin (08/12/2025) kami akan menggelar konvoi massa besar keliling desa. Ini bukan main-main,” tambahnya.


Warga berharap, tekanan publik dapat menjadi momentum memutus mata rantai penyimpangan Dana Desa yang mereka klaim telah berulang dari tahun ke tahun.


“Setiap tahun selalu kami kawal, tapi praktik penyelewengan tetap saja terjadi. Kami tidak ingin Dana Desa diperlakukan seperti celengan pribadi,” tutup Toni.





(Red/pupung)