GUNUNGKIDUL, DIY | wartajawatengah.com—Kasus pilu yang menimpa seorang lanjut usia bernama Sadikem, warga Padukuhan Nglaran, Kalurahan Ngalang, Kapanewon Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, menuai sorotan publik. Sadikem mengaku kehilangan satu-satunya aset berupa tanah yang diduga dijual oleh keponakannya sendiri tanpa sepengetahuan dan persetujuan yang sah. Peristiwa ini kembali menyingkap persoalan serius lemahnya perlindungan hukum bagi warga lansia, khususnya dalam konflik agraria keluarga.
Peristiwa tersebut mencuat ke ruang publik setelah beredar luas sebuah video yang memperlihatkan Sadikem menyampaikan keluhan dan permohonan bantuan secara langsung kepada Bupati Gunungkidul. Dalam video itu, Sadikem dengan suara lirih menuturkan bahwa dirinya kini tidak memiliki tempat tinggal dan harus menumpang hidup di rumah warga lain.
“Bu Endah, kulo Sadikem, bade nyuwun tulung nyuwun pambiantu keadilan. Amargi lemah kulo dipun sade ponakan kulo namine Sugeng. Kulo sakniki pun boten gadah nopo-nopo,” ujar Sadikem dalam video yang viral, Sabtu (20/12/2025).
Sadikem kini hidup menumpang di rumah Ediyanto, tetangganya, dalam kondisi serba terbatas. Ironisnya, tanah yang diduga dijual tersebut merupakan satu-satunya penopang hidup Sadikem di usia senja.
Tetangga Sadikem yang turut mendampingi menyampaikan bahwa persoalan ini sejatinya telah diupayakan penyelesaiannya melalui berbagai jalur resmi. Laporan telah disampaikan ke pemerintah kalurahan, aparat penegak hukum, hingga institusi kepolisian dan kejaksaan. Namun, hingga kini belum ada kejelasan hukum maupun langkah nyata yang berpihak pada korban.
“Kami sudah berusaha melapor ke instansi terkait, bahkan sampai ke Polri dan Kejaksaan. Tapi sampai sekarang belum ada hasil. Lansia ini justru semakin terpinggirkan,” ungkap salah satu warga pendamping.
Kasus ini menuai kritik keras dari masyarakat sipil. Publik menilai, lambannya penanganan perkara ini menunjukkan lemahnya pengawasan administrasi pertanahan serta minimnya keberpihakan negara terhadap kelompok rentan, khususnya lansia. Dugaan praktik penjualan tanah tanpa persetujuan pemilik sah seharusnya menjadi alarm bagi aparat untuk bertindak cepat dan transparan.
Masyarakat mendesak agar aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan pelanggaran hukum dalam penjualan tanah tersebut, termasuk menelusuri keabsahan dokumen, proses balik nama, serta peran pihak-pihak yang terlibat. Pemerintah daerah juga diminta tidak sekadar bersikap normatif, melainkan hadir secara nyata untuk memulihkan hak Sadikem.
“Harapan kami, Ibu Bupati Gunungkidul dapat turun tangan membantu warganya, agar tanah milik Mbah Sadikem bisa kembali atau setidaknya beliau mendapatkan tempat tinggal yang layak,” kata warga.
Kasus Sadikem bukan sekadar konflik keluarga, melainkan potret nyata rapuhnya sistem perlindungan hukum bagi lansia di daerah. Jika dibiarkan berlarut, perkara ini berpotensi menjadi preseden buruk sekaligus mencederai rasa keadilan sosial. Aparat penegak hukum dan pemerintah daerah dituntut bertanggung jawab, profesional, dan berpihak pada korban, bukan membiarkan keadilan berhenti di meja laporan.
(Red/pupung)

Social Plugin