GUNUNGKIDUL, DIY || wartajawatengah.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan tajam. Setelah sebelumnya ramai di Sleman, Kulonprogo, dan Bantul, kini giliran Gunungkidul terseret polemik menyusul munculnya klausul kontroversial dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani penerima manfaat.
Dalam dokumen MoU antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan pihak penerima di Gunungkidul, tercantum pasal ke-7 yang dinilai janggal: penerima diminta menjaga kerahasiaan informasi jika terjadi keracunan maupun kendala teknis dalam pelaksanaan program.
Poin tersebut sontak memicu kritik. Bagi publik, klausul itu bukan sekadar administrasi, melainkan upaya membungkam sekolah dan murid ketika terjadi masalah serius menyangkut keselamatan.
Kepala Dinas Pendidikan Gunungkidul, Nunuk Setyowati, pun tak menutup mata. Ia mengaku sudah menerima laporan terkait beredarnya MoU bermasalah itu.
“Saya sudah minta agar MoU ditinjau ulang. Perjanjian ini jelas merugikan sekolah maupun murid,” tegas Nunuk, Kamis (25/9/2025).
Nunuk menilai, adanya larangan menyampaikan kasus keracunan membuat sekolah-sekolah memilih diam. Bahkan, ia menyebut sudah ada dugaan keracunan MBG, namun tidak satupun laporan resmi masuk ke dinas.
“Ya mungkin karena perjanjian itu, pihak sekolah takut melapor,” ujarnya.
Ia meminta seluruh koordinator wilayah pendidikan segera berkoordinasi dan mengkaji ulang isi perjanjian. Informasi terakhir, pihak SPPG disebut berkomitmen menarik ulang MoU serta melakukan perbaikan.
Namun, polemik ini tetap meninggalkan catatan buruk. Bagaimana mungkin program dengan dalih menyehatkan justru dibarengi klausul yang berpotensi menutup akses informasi publik? Kritik publik pun wajar: keselamatan anak mestinya diutamakan, bukan diselubungi oleh pasal-pasal yang mengunci mulut penerima manfaat.
(Red/pupung)
Social Plugin